Selasa, 09 Oktober 2012

Format Abdi Masyarakat



Daftar Isi

Kata Pengantar
Abstraksi
Daftar Isi
Daftar Tabel


Bab I   Pendahuluan
           Latar Belakang
           Tinjaun Pustaka
           Perumusan Masalah
           Tujuan Kegiatan Pengabdian
           Manfaat Kegiatan
           Pemecahan Masalah
           Sasaran
           Metode Pelaksanaan Pengabdian
           Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
           Organisasi Pelaksana

Bab II  Profil Pengrajin dan Lingkungan Kerja
            Jumlah dan jenis IKan yang diasap
            Tenaga Kerja
            Alat PengasapIkan

Bab III Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat
             Penyuluhan
             Percontohan Protipe

Bab IV  Kesimpulan
              Rekomendasi

Daftar Pustaka
Lampiran
surat ijin
foto2

Senin, 01 Oktober 2012

Anggaran



PENGARUH PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penganggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian yang meliputi efektivitas pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja pada pemerintah daerah.
Sampel penelitian adalah pejabat pemerintah di lingkungan instansi pemerintah daerah yang terdiri dari badan, dinas, dan kantor.  Data penelitian ini dikumpulkan dari dua Pemerintah daerah yaitu, Pemerintah Kabupaten Klaten dan Pemerintah Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah.  Metode pengambilan data dilakukan dengan metode purposive sampling dengan melalui survey.
Variabel penelitian terdiri dari panganggaran berbasis kinerja, efektivitas pengendalian keuangan, dan efektivitas pengendalian kinerja.  Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regesi.  Hasil pengujian menunjukkan bahwa penganggaran berbasis kinerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian keluarga dan efektivitas pengendalian kinerja.

Kata Kunci : Penganggaran berbasis kinerja, efektivitas pengendalian keuangan dan efektivitas pengendalian kinerja.

Pengantar
Reformasi sector public yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu, fenomenaglonal termasuk di Indonesia.  Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntabiltas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintahan termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara,  
Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Daerah mendorong adanya desentralisasi penyelengaraan pemerintah daerah.  Desentralisasi ini menunjukkan adanya pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dirinya sendiri secara otonom.
Adanya desntralisasi pengelolaan pemerintahan daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas, memaksa pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menciptakan system pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel.  Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan keuangan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggunggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatuhan , dan manfaat untuk masyarakat.
Salah satu masalah penting dalam pengelolaan keuangan pemerintah tersebut adalah anggaran.  Kenis(1979) mengemukakan anggaran merupakan pernyataan mengenai apa yang diharap dan direncanakan dalam periode tertentu di masayang akan dating.  Mardiasmo (2004) menyatakan anggaran sector public terutama pemerintah penting, karena , Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Terdapat beberapa karakteristik penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja, Hatry (199) menjelaskan beberapa karakteristik kunci dalam PBK diantaranya :
  • Pengeluaran anggaran didasarkan padaoutcome yang ingin dicapai
  • Adanya hubungan anara masukan (input dengan keluaran (output) dan outcome yang diinginkan,
  • Adanya peranan indicator efisiensi dalam proses penyusunan anggaran
  • Adanya penyusunan target kinerja dalam anggaran.

Smith(1999) mengemukakan manfaat yang dapatdihasilkan dalam model penyusunan anggaran yang didasrkan pada kinerja diantaranya:
  1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas dengan memfokuskan sumber daya menuju oucome yang kritis dan penting
  2. Meningkatkan pengambilan keputusan mengenai cara yangpaling efektif untuk menggunakan sumber daya public yang terbatas.
  3. Meningkatkan operasi dengan menghubungkan anggaran dengan kinerja program sepanjang waktu.
  4. Meningkatkan pemahaman dan komunikasi tentang isu dan prioritas kritis pada sumber daya
  5. Membuat manajer lebih akuntabeluntuk keputusan program yang mempengaruhi outcome anggaran, dan
  6. Mendukung manajemen dengan menghubungkan hasil anggaran dan pengukuran kinerja anggaran dengan pengukuran kinerja program dalam proses pengawasan, pengevaluasian dan pelaporan hasil.

Jones dan Pendlebury (2000) menjelaskan bahwa anggaran menyediakan hubungan penting antara perencanaan dan pengendalian.  Peran perencanaan dinyatakan dalam bentuk input yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas yang direncanakan.  Peran pengendalian dilakukan dengan mempersiapkan anggaran dengan suatu cara yang memperlihatkan secara jelasmasukan dan sumber daya yang dialokasikan kepada individu atau departemen untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Pengendalian dapat dilakukan degan membandingkan hasil yang dianggarkan dengan hasil yang diperoleh untuk menjamin bahwa tingkat pengeluaran tidak dilampaui dan tingkat aktivitas yang direncanakan tercapai.    
Maddox (1999) menjelaskan pengendalian adalah suatu proses melalui mana manajemen suatu organisasi membuat keyakinan yang beralasan bahwa sumber daya digunakan secara efktif dan efisisen untuk mencapai misi dan rencana organisasi, pelaporan keungan andal, dn kebijakan, hukum, dan peraturan yang relevan diikuti.
Beberapa penulis membagi pengendalian dalam beberapa jenis. Simon (2000) membedakan pengendalian untuk mengkomunikasikan dan mengendalikan strategi menjasi dua jenis yaitu system pengendalian diagnostic dan system pengendalian interaktif.  Sistem pengendalian diagnostic didefinisikan sebagai system informasi formal yang digunakan oleh manajer untuk memonitor outcome organisasi dan meluruskan penyimpangan dari standar kinerja yang telah ditetapkan.  Sistem pengendalian interaktif didefinisikan sebagai system informasi formal yang digunakan manajer untuk melibatkan diri dalam aktivitas keputusan bawahan.
Mardiasmo (2004) mengelompokkan tipe pengendalian manajemen menjadi tiga macam yaitu pengendalian preventif, penegndalian operasional, dan pengendalian kinerja.  Anthony dan Young (2003) menjelaskan penegendalian operasi mencakup dua aktivitas berbeda yaitu pengendalian keungan dan pengendalian kinerja. Pengendalian keuangan berhubungan dengan aktivitas pengeluaran.  Aktivitas pengendlian keuangan meliputi  dua aspek yaitu untuk menjamin perencanaan yang ada di dalam anggaran ditaati dan untuk menyediakan suatu cara mengubah anggaran jika kondisi mensyaratkan.  Pengendalian kinerja bertujuan untuk menjamin bahwa kinerja sesuai dengan tujuan organisasi.  Pengendalian kinerja ini memusatkan pada produktivitas dan motivasi manajer dalam mengoperasikan program dan proyek secara efisien dan efektif.
Gibson, Ivancevich, dan Donnely2000) mengemukakan criteria afektivitas pengendalian, yaitu :
Kemampuan organisasi dalam menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan permintaan lingkungan.
Kemampuan organisasi untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efisien
Tingkat kepuasan aparatdalam organisasi
Kemampuan organisasi dalm menyesuaikan dir dengan perubahan lingkungan dan;  
Tingkat pengembangan organisasi.

Jones dan Pendiebury (2000) menjelaskan penegndalian anggaran berhubungan dengan upaya yang dilakukan agar pengeluaran actual sejalan dengan jumlah yangdianggarkan dan bahwa  tujuan dan tingkat aktivitas yang dicantumkan dalam anggaran tercapai.  Syakhroza (2002) mengatakan pencapaian target anggaran memainkan peranan penting karena anggaran menggambarkan standar efektivitas dan efisiensi.  Anggaran menggambarkan standar efektivitas karena memuat suatu set keluaran yang diinginkan dan standar efisiensi karena anggaran memerinci masukan yang diperlukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.  Dengan demikian, efektivitas pengendalian keuangan dalam penganngaran adalah dicapainya realisasi pengeluaran anggaran yang sesuai dengan rencananya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
H1 : Penganggaran berbasis kinerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian keuangan.

Mardiasmo (2004) mengemukakan system anggaran kinerja pada dasarnya merupakan system yang mencakup kegiatan penyususnan program dan tolak ukur (indicator)  kinerja sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan sasaran program.  Robinson (2002) mengemukakan anggaran kinerja tidak hanya berhubungan dengan pengendalian keuangan tetapi juga menyediakan instrument kunci untuk memaksimalkan efisiensi dan efektivitas dalam pemberian jasa pemerintah kepada masyarakat. Pencapaian hasil yang diinginkan dituangkan dalamindikator kinerja yang dijadikan acuan untuk menyusun anggaran. Kejelasan tujuan anggaran yang dirinci dalam target dan indicator kinerja akan memmbantu manjer organisasi atau pengelola anggaran untuk mengendalikan kinerja dalam rangka mencapai kinerja yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
H2:Penganggaran berbasis kinerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap efekvitas pengendalian kinerja.

Metodologi Penelitian

Sampel dan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer melalui metode survey.  Pengambilan sample dilakukan dengan metode purposive sampling, yaiu pemilihan sample nonprobabilitas yang memenuhi pertimbangan tertentu (Cooper dan Schinder, 2001).  Pertimbangan tersebut adalah rseponden penelitian merupakan pejabat pemerintah daerah mulai pejabat eselon II sampai dengan eselon IV pada pemerintah Daerah Kabupaten Sragen dan Kabupaten Klaten.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner.  Kuesioner tersebut didistribusikan langsung oleh peniliti kepada responden.  Dua minggu setelah dikirmkan, kuesioner tersebut diambil kembali oleh peniliti atau kurir.  Pengirman dan pengambilan kuesioner yang dilakukan secara langsung oleh peniliti atau kurir bertujuan untuk memperoleh tingkat pengembalian kuesioner yang tinggi.  Dillman, Cooper dan Schindier (2001) mengemukakan bahwa tingkat pengembalian kuesioner sebesar 30% dipandang memuaskan.      

Pengukuran Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variable PBK, variable efektivitas pengendalian keuangan, dan variable efektivitas pengendalian kinerja.  Variabel PBK adalah variable metode penganggaran yang berbasis target kinerja yang ingin dicapai dalam anggaran.  Variabel ini diukur menggunakan sepuluh butir pertanyaan dengan Cronbach Alpha sebesar 0,8752 yang menunjukkan tingkat keandalan yang tinggi.  Variabel ini  merupakan penyesuaian atas variable kejelasan tujuan anggaran yang digunakan oleh Kanis (1979) yang telah disesuaikan Saprudin (2001) dan Suhartono (2004).

Variabel efektivitas pengendalian keuangan merupakan variable efektivitas pencapaian anggaran dibanding dengan anggarannya dan upaya yang dilakukan untuk mencapai efektivitas pengendalian anggaran. Variabel efektivitas pengendalian keuangan diukur menggunakan tujuh pertanyaan dengan Cronbach Alpha sebesar 0,8084 yang menunjukkan tingkat keandalan yang tinggi.  Varibel ini merupakan penyesuaian atas variable pengendalian anggaran yang digunakan oleh Bruns dan Waterhouse (1975)
Varibel efektivitas pengendalian kinerja merupakan variabel efektivitas pencapaian kinerja disbanding dengan anggarannya dan upaya yang dilakukan untuk mencapai efektivitas pengendalian kinerja. Variabel efektivitas pengendalian kinerja diukur menggunakan delapan pertanyaan dengan Cronbach Alpha sebesar 0,9167 yang menunjukkan tingkat keandalan yang tinggi.  Variabel ini merupakan penyesuaian atas variabel efektivitas system pengendalian manajmen yang digunakan oleh Saprudin (2001).

Hasil dan Pembahasan
Diskripsi Data
Jumlah kuesioner yang dikirim dalam penelitian ini sebanyak 187 kuessioner.  Kuesioner yang kembali sebanyak 126 termasuk 19 kuesioner tidak diisi atau diisi tetapi tidak lengkap dan 6 kuesioner tidak memenuhi criteria.  Dengan demikian, jumlah kusioner yang dapat dianalisa sebanyak 101 kuesioner (54,01%).  Profil responden berdasarkan kelamin, jabatan, pengalaman memimpin, dan usia.

Statistik Deskriptif
Tabel 2 menyajikan hasil analisis statistic deskriptif terhadap masing-masing variabel penelitian.  Tabel 2 memperlihatkan skor variabel PBK berkisar antar 37 sampai dengan 70 dengan mean sebesar 58,03 dan deviasi standar sebesar 7,49.  Nilai ini menunjukkan penerapan PBK relative agak tinggi. Skor vriabel efektivitas pengendalian keuangan berkisar 14 sampai dengan 49 dengan mean sebesar 39,12 dan deviasi standar sebesar 6,03.  Nilai ini menunjukkan adanya pengendalian keuangan yang cukup efektif.  Skor variabel efektivitas pengendalian kinerja berkisar 23 sampai dengan 56 dengan mean sebesar 44,37 dan deviasi standar 7,10.  Nilai ini menunjukkan adanya penegendalian kinerja yang cukup efektif.

Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis yang telah dikembangkan sebelumnya digunakan analisis korelasi dan regeri.  Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi bivariat.  Analisis korelasi bivariat menggunakan koefisien korelasi Pearson. Koefisien korelasi Pearson antara variabel PBK dengan variabelefektivitas pengendalian keuangan disajikan pada tabel3, sedangkan hasil regresinya disajikan pada Tabel 4.

Partai Politik



MENCIPTAKAN AKUNTABILITAS DAN
TRANSPARANSI PARTAI POLITIK

Pendahuluan
Dalam rangka pesta demokrasi di negara ini, perlu suatu pertanggungjawaban keuangan dialamatkan ke Parpol maupun peserta pemilu. Idealnya mereka harus transparan karena sebagai suatu entitas yang menggunakan dana publik yang besar tanggung jawab keuangan merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Mereka harus mempertanggungjawabkan sumber daya keuangan yang digunakan kepada para konstituennya dan juga sebagai bentuk kepatuhan kepada Undang-undang. Bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan para peserta pemilu, adalah dengan menyampaikan Laporan Dana kampanye (semua peserta pemilu) serta Laporan Keuangan (khusus untuk Parpol), yang harus diaudit oleh akuntan Publik dan disampaikan ke KPU serta terbuka untuk diakses publik.
Pada kenyataannya, sebagian besar partai politik peserta Pemilu di Indonesia belum menyusun laporan keuangan dengan baik. Berdasarkan UU No. 31 tahun 2002, parpol memiliki kewajiban untuk membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang, dan jumlah sumbangan yang diterima yang terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan pemerintah, membuat laporan keuangan secara berkala satu tahun sekali, dan dilaporkan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tutup buku kepada Komisi Pemilihan Umum setelah diaudit oleh akuntan publik. Partai politik juga berkewajiban untuk memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum dan menyerahkan laporan dana kampanye setelah diaudit akuntan publik kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 97 hari setelah hari pemungutan suara.
Sebagaimana kita tahu bersama bahwa parpol memerlukan dana yang besar untuk menyukseskan program-programnya, terutama untuk memperoleh kemenangan dalam pemilu. Sumber dana yang utama berasal dari sumbangan para simpatisan. Banyak kelompok tertentu baik secara individual maupun dalam bentuk entitas bisnis melakukan pendekatan kepada suatu partai politik dengan cara memberikan sumbangan dalam jumlah besar (siginifikan). Hal itu dilakukan agar kepentingan mereka dapat diakomodasi oleh partai politik tersebut. Bentuk akomodasi kepentingan tertentu yang di dalamnya ada unsur vested interest tercermin dalam perumusan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik. Untuk menjaga agar partai politik tidak berpihak pada sekelompok kepentingan tertentu, maka diperlukan pembatasan-pembatasan dalam hal pemberian sumbangan, baik oleh individu maupun organisasi tertentu
Parpol sebagai entitas nirlaba mempunyai batasan-batasan yang secara ketat diatur dalam undang-undang. Sehingga dalam menjalankan sisi operasionalnya baik rutin maupun kampanye harus selalu berada dalam koridor undang-undang. Suatu aturan pembatasan merupakan salah satu upaya menjaga netralitas parpol dalam mempertahankan idealisme memperjuangkan kepentingan rakyat.
Sebagai contoh parpol dilarang menerima sumbangan dari pihak asing, pihak yang tidak jelas identitasnya, BUMN, dan BUMD. Parpol juga dilarang memiliki kepentingan suatu usaha bisnis yaitu larangan untuk mendirikan badan usaha dan mempunyai kepemilikan terhadap suatu badan usaha (saham). Selain itu sumbangan individu maksimal sebesar 200 juta rupiah per tahun, sedangkan sumbangan badan Usaha sebesar 800 juta rupiah per tahun.
Sementara itu sumbangan individu untuk kampanye parpol maksimal sebesar 100 juta rupiah, sedangkan sumbangan badan usaha untuk kegiatan kampanye parpol dibatasi sebesar maksimal 750 juta rupiah. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dikenai sanksi pidana berupa hukuman kurungan maupun denda uang.  Artikel ini akan membahas Parta Politik, Tata Administrasi Keuangan Parpol, Karakteristik Administrasi Keuangan Parpol, Perlukah SAK tersendiri

Partai Politik
Definisi Dana Partai Politik (PasaI 1) Di dalam RUU Parpol yang baru, definisi dana partai politik telah dicantumkan. Hal ini lebih maju dibandingkan dengan UU sebelumnya (UU No. 31 tahun 2002). Akan tetapi definisi ini masih dipandang minimalis karena tidak menyertakan pengaturan Anggaran Pendapatan dan Belanja Parpol (APBP). APBP diharapkan dapat menjadi jabaran teknis dari dana Parpol dan dapat diatur selanjutnya lewat peraturan Pemerintah. Dengan adanya APBP Parpol sebenarnya akan lebih terbantu di dalam menyusun aturan main internal (AD/ART) terutama terkait Dana Parpol.
Tidak adanya APBP akan menyebabkan kekacauan pengaturan aturan internal Parpol, karena masing-masing Parpol akan mengatur dengan sesukanya sendiri, yang tentu saja akan sangat longgar demi mempertahankan lebih kepada kepentingan Parpol. Ini dikhawatirkan akan membuat dana Parpol lebih tertutup, amburadul dan semakin jauh dari pertanggungjawaban kepada konstituen.

Syarat Kesiapan Keuangan Bagi Parpol Baru. Di dalam UU Parpol yang baru juga tidak disertakan tentang syarat kesiapan sistem pencatatan dan pelaporan. Parpol baru sering tidak memiliki kesiapan dalam hal kelengkapan administrasi pencatatan keuangan. Meletakan dalam syarat pendirian partai dapat menjadi upaya preventif. Meletakannya di dalam AD/ART belum dapat mencerminkan kesiapan keuangan Partai Politik. Sehingga seharusnya diberikan penjelasan tambahan tentang sistem pencatatan keuangan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan KPU.

Hak Keuangan Partai Politik. Ketentuan tentang hak mendapatkan dukungan dana dari anggota, kader dan masyarakat belum masuk sebagai bagian dari hak Parpol di dalam UU Parpol. Hak yang dimasukan hanya terkait hak atas subsidi negara (APBN/APBD).

Kewajiban Keuangan Partai Politik. Pengaturan tentang kewajiban keuangan Parpol lebih mundur dibandingkan dengan UU 31 tahun 2002. UU sebelumnya lebih rinci di dalam mengatur laporan keuangan, yaitu harus mencakup neraca keuangan, dilakukan terhadap semua entitas sumbangan dan diaudit oleh akuntan publik serta dilaporkan ke KPU. UU yang lama juga lebih rinci dalam pengaturan tentang rekening dana kampanye.

Overview Penyusunan Tata Administrasi Keuangan Parpol.
Kita telah memasuki babak baru dalam penciptaan tata kelola keuangan parpol yang semakin transparan ke publik. Penjabaran aspek pertanggungjawaban keuangan UU Parpol /UU No.31 2002, UU Pemilu Legislatif / UU No.12 2003 dan UU Pilpres / UU No 23 2003 ditandai dengan penerbitan SK KPU no. 676 tahun 2003. Pengesahan KPU dilakukan pada tanggal 3 Desember 2003.
Keputusan KPU No. 676 Tahun 2003 tentang Tata Administrasi Keuangan dan Sistem Akuntansi Keuangan Partai Politik serta Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu, dapat di unduh pada halaman Download kategori Standar dan Peraturan.
Penyusunan SK KPU tersebut beserta lampiran lampirannya adalah hasil dari MOU antara KPU dengan IAI ditandatangani pada tanggal 7 Agustus 2003. Melalui SK KPU No. 676 memberikan pedoman standar bagi parpol untuk tata kelola adminstrasi yang baik meliputi 3 hal pokok, sebagai lampiran SK tersebut yaitu:
  1. Tata Administrasi Keuangan Peserta Pemilu (Buku I)
  2. Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Partai Politik (Buku II)
  3. Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu (Buku III)

Karakteristik Administrasi Keuangan Parpol adalah sebagai berikut:
Laporan Keuangan Parpol. Laporan keuangan parpol disajikan sebagai bentuk akuntabilitas dari dana-dana publik yang telah mereka gunakan dan sebagai bentuk compliance terhadap ketentuan UU (UU No 31 Tahun 2002). Hal khusus berkaitan dengan akuntansi keuangan parpol adalah form over substance, bukan substance over form. Berdasarkan ketentuan Form over substance, maka parpol harus mencatat transaksi keuangannya berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh KPU, tetapi jika ada hal-hal yang belum tercantum dalam ketentuan KPU maka akuntansi parpol dapat dilandaskan pada standar akuntansi yang berlaku umum.
Dasar penyusunan Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Parpol adalah PSAK 45 tentang Standar akuntansi untuk entitas nirlaba. PSAK 45 sementara ini adalah merupakan standar/acuan bagi akuntansi partai politik sebelum ditetapkannya standar akuntansi khusus yang berlaku untuk partai politik.
Susunan lengkap dari laporan keuangan partai politik terdiri dari:
  1. Laporan posisi keuangan
  2. Laporan aktivitas
  3. Laporan arus kas
  4. Catatan atas laporan keuangan

Susunan lengkap dari laporan keuangan parpol harus mencakup keseluruhan informasi yang dipersyaratkan oleh PSAK 45 maupun PSAK selain 45 yang berlaku umum untuk semua jenis usaha. Dengan demikian PSAK-PSAK yang lain akan applicable sepanjang hal-hal tertentu belum diatur di PSAK 45.
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana sistem akuntansi parpol maka kita dapat melihat ke lampiran SK KPU no 676 tahun 2003 yaitu lampiran II mengenai Pedoman sistem akuntansi keuangan partai politik. Dalam Pedoman tersebut telah dibuat ketentuan mengenai urutan secara kronologis tata cara parpol dalam membukukan dan menyusun laporan keuangannya.
Seperti yang dipersyaratkan dalam buku pedoman tersebut yaitu bahwa pedoman tersebut sebagai suatu acuan sistem yang sifatnya minimal bagi parpol dalam rangka akuntabilitas keuangan mereka. Yang dimaksud sebagai persyaratan minimal yaitu bahwa minimal sistem yang ada di parpol seperti apa yang tertera dalam Buku pedoman tersebut, dengan demikian pengembangan sistem yang lebih komprehensif tentunya menjadi suatu harapan bagi parpol.
Dengan demikian penyusunan dan penyajian laporan keuangan partai politik harus mengacu pada buku pedoman sistem akuntansi keuangan parpol tersebut. Klausul dari ketentuan KPU no 676 menyatakan bahwa masih parpol masih dapat menggunakan sistem yang telah mereka susun sebelumnya atau yang telah berjalan untuk menyusun laporan keuangan tahun 2003. Untuk tahun berikutnya (2004) maka parpol harus menggunakan buku pedoman tersebut atau mereka masih dapat menggunakan sistem sistem yang mereka desain sendiri tetapi dengan syarat bahwa sistem yang mereka miliki harus lebih komprehensif, penyimpangannya tidak terlalu jauh, dan telah memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan dalam buku pedoman.
Yang perlu kita perhatikan berkaitan dengan sistem akuntansi parpol adalah bahwa berdasarkan ketentuan dari KPU tersebut yang dimuat di lampiran (buku II), ditetapkan bahwa parpol harus seragam dalam membukukan dan mencatat transaksinya. Keseragaman ini lebih lanjut adalah sebagai upaya agar setiap laporan kuangan parpol memiliki daya banding yang tinggi. Bentuk keseragaman ada pada perlakuan akuntansi, sisdur serta format baku laporan keuangannya.
Hal-hal khusus akuntansi parpol adalah sebagai berikut:
a)      Unit pelaporan adalah tunggal (bukan sebagai multiple entities).
b)      Laporan keuangan terdiri dari Laporan posisi keuangan, Laporan aktivitas, Laporan Arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
c)      Laporan keuangan parpol adalah laporan keuangan gabungan dari seluruh struktur kepengurusan parpol.
d)      Akuntansi parpol tidak bertujuan untuk mengukur laba/Profit, dengan demikian aspek kinerja keuangan parpol yang dinilai adalah dari segi bagaimana parpol tersebut dapat menghasilkan uang untuk mendanai kegiatannya dan bagaimana transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol terhadap para resource/penyumbang sumber daya keuangan dan publik.
e)      Asumsi dasar: basis akrual.
f)        Sistem pencatatan double entry system.
g)      Sudah mulai diperkenalkan segregation of function di mana unit unit pencatatan, pembukuan dan custody sudah dipisahkan dalam fungsi-fungsi di parpol.
h)      Tahun pelaporan (tahun takwim 1 Januari sampai 31 Desember ) tetapi khusus untuk tahun 2003 tahun pelaporan adalah dari sejak ditetapkan sebagai badan hukum sampai 31 Desember 2003. (Pasal 6 ayat 2, SK KPU NO 676 Tahun 2003).
i)        Penanggung jawab utama laporan keuangan parpol adalah ketua umum parpol yang bersangkutan, tanggung jawab ini dinyatakan dalam suatu management representation letter. Laporan keuangan harus ditandatangani minimal oleh Bendahara Umum dan Ketua Umum Parpol.
j)        Parpol harus menjalankan pengendalian intern seperti yang dipersyaratkan dalam lampiran I SK KPU NO 676 Tahun 2003 yaitu mengenai petunjuk pelaksanaan tata admistrasi keuangan parpol dan peserta pemilu.
k)      Segala kekayaan parpol harus terpisah dari kekayaan pengurusnya.
l)        Diharapkan bahwa semua transaksi keuangan parpol baik transaksi keuangan maupun transaksi dana kampanye dilakukan melalui mekanisme perbankan.

Pelaporan Dana Kampanye. Laporan Dana Kampanye dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban peserta Pemilu dalam hal pengelolaan Dana Kampanye yang meliputi sumber-sumber perolehan dan penggunaannya. Laporan Dana Kampanye sebagaimana tersaji dalam Buku III berisi informasi tentang semua penerimaan kas dan non kas serta pengeluaran kas dan non kas peserta Pemilu.
Laporan dana kampanye menyajikan sisi sumber dan penggunaan dana kampanye parpol. Laporan ini disajikan oleh parpol yang mengikuti Pemilihan Umum sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan tahunan, dan hanya disajikan pada periode tahun yang ada pemilihan umum di dalamnya
Jenis Laporan Dana Kampanye. Laporan Dana Kampanye yang disusun oleh peserta pemilihan umum terdiri atas :
1.      Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilu (berisi sumber dan penggunaan dana kampanye)
2.      Catatan atas Laporan Dana Kampanye Peserta Pemilu, yang berisi keterangan mengenai item-item dalam Laporan Dana Kampanye.
3.      Informasi Tambahan, yang meliputi:
  • Daftar Sumbangan Dana Kampanye Peserta Pemilu di Atas Rp 5.000.000,00, yaitu daftar yang berisi informasi mengenai nama-nama penyumbang yang memberikan sumbangan baik kas maupun non kas untuk Dana Kampanye dengan nilai sumbangan melebihi Rp 5.000.000,00.
  • Ringkasan Sumbangan Dana Kampanye Peserta Pemilu per Klasifikasi, yaitu daftar yang memuat rincian jumlah sumbangan berdasarkan klasifikasi penyumbang dan bentuk sumbangan yang diperoleh Dana Kampanye
  • Daftar Aktiva Eks-Kampanye Peserta Pemilu, yaitu daftar yang memuat rincian aktiva yang dimiliki oleh peserta Pemilu pada saat kampanye selesai. Aktiva ini merupakan aktiva yang digunakan oleh peserta Pemilu untuk kegiatan kampanye.
  • Daftar Sumbangan Tak Beridentitas, yaitu daftar yang memuat rincian sumbangan yang diperoleh Dana Kampanye yang berasal dari sumber-sumber yang tidak jelas atau tidak dapat diketahui identitas lengkapnya.
  • Daftar Sumbangan Berupa Utang, yaitu daftar yang memuat rincian sumbangan berupa utang pihak ketiga kepada Dana Kampanye.

Hal krusial yang terdapat dalam Pelaporan Dana Kampanye Pemilu peserta Pemilu (Buku III) adalah keberadaan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). RKDK dibentuk sejak saat ditetapkannya partai politik menjadi peserta Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan ditutup satu hari setelah masa kampanye berakhir. Masa kampanye berlangsung selama tiga minggu dan berakhir tiga hari sebelum pemungutan suara. Sumbangan-sumbangan yang ditujukan untuk keperluan kampanye sebelum dibukanya rekening khusus Dana Kampanye dikelompokkan oleh partai politik sebagai sumbangan terikat temporer dan dialihkan menjadi saldo awal pada saat rekening khusus Dana Kampanye dibentuk. Demikian pula pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan kampanye yang terjadi sebelum dibukanya rekening khusus, dicatat dalam pembukuan Partai politik
Dengan adanya RKDK ini maka semua lalu lintas keuangan dana kampanye harus dilakukan melalui rekening ini. Sebagai bentuk transparansi maka rekening tersebut harus terbuka dan dapat diakses oleh publik yang membutuhkan informasi mengenai keuangan parpol.

Perlukah SAK Khusus Untuk Partai Politik
Standarisasi akuntansi dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan partai politik, akan memberikan informasi kepada publik bagaimana partai tersebut memperoleh dana, kecakapannya mengelola dana, dan tertib pembelanjaannya. Pencatatan keuangan yang transparan akan memberikan gambaran kepada publik tentang kualitas dan komitmen partai tersebut dalam upaya bersama mencegah terjadinya taktik politik uang (money politic).
Laporan keuangan juga akan memberikan gambaran apakah partai tersebut telah menjalankan mandat rakyat (konstituen) yang memilihnya, atau lebih dipengaruhi oleh orang atau kelompok kepentingan yang memberikan sumbangan besar kepada partai tersebut.
Sampai saat laporan keuangan partai-partai politik masih jauh dari memadai, baik dalam laporan rutin maupun laporan kegiatan Pemilu. Tidak memadainya laporan-laporan ini selain karena ketidakrapihan dan keteledoran mereka, juga disebabkan oleh belum adanya standar akuntansi keuangan yang komprehensif untuk partai politik.
Standar yang dipakai saat ini (PSAK 45, standar pelaporan keuangan untuk organisasi nirlaba) sangat tidak mencukupi karena tidak mengakomodasi karakteristik partai politik yang berbeda dengan organisasi nirlaba yang lain
Atas dasar itulah Transparency International Indonesia melakukan studi mengenai standar keuangan khusus partai politik yang dilakukan pada April-Juli 2002. Studi ini dilakukan dengan analisis data sekunder, wawancara mendalam, diskusi kelompok dan lokakarya. Studi ini membandingkan PSAK 45 dengan permasalahan yang ditemukan pada saat Pemilu 1999 lalu dan berbagai diskursus yang terungkap sesudahnya, khususnya berkaitan dengan revisi UU Partai Politik dan Pemilu, khususnya yang berkaitan dengan keuangan.
Dari hasil studi ini TI Indonesia berpendapat bahwa PSAK 45 tidak dapat merefleksikan dan merekam karakter partai politik, karena PSAK 45 ditujukan untuk rnerekam dan merefleksikan organisasi nirlaba yang mempunyai karakter yang sangat berbeda dengan partai politik.
Berdasarkan perbedaan karakteristik tersebut, perbedaan kepentingan pemakai laporan keuangan dan adanya transaksi-transaksi khusus partai politik, diperlukan standar akuntansi keuangan khusus yang mengatur pelaporan keuangan partai politik.
Dengan demikian laporan keuangan partai politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dapat diandalkan dan memiliki daya banding yang tinggi. Laporan yang baik dapat dipergunakan semaksimal mungkin oleh para pengurus partai, anggota partai, pemerintah, penyumbang, kreditor dan publik dalam membantu menilai, memonitor dan mengevaluasi kinerja partai, serta merencanakan gerak langkah partai selanjutnya. Secara khusus, tujuan utama pembuatan laporan keuangan partai politik seharusnya adalah menginformasikan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan partai politik.
Rekomendasi yang dibuat bertujuan agar laporan keuangan partai politik dapat memberikan informasi keuangan dalam hal :
a)      akuntabilitas, yakni pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan partai politik;
b)      manajerial, penyediaan informasi keuangan yang berguna bagi perencanaan dan pengelolaan keuangan partai serta memudahkan pengendalian atas seluruh asset, hutang dan aktiva bersih; serta
c)      penyediaan informasi mengenai kepatuhan terhadap UU/peraturan untuk menjamin terbebasnya partai dari politik uang dan konflik kelompok kepentingan.

Ruang lingkup laporan keuangan, termasuk catatannya seyogyanya mencakup:
  1. Jumlah, sifat, likuiditas, dan fleksibilitas aktiva, kewajiban dan aktiva bersih suatu partai politik serta hubungan antara aktiva dan kewajiban;
  2. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi yang mengubah nilai dan sifat aktiva bersih; Jenis dan jumlah arus masuk dan keluar dalam suatu periode dan hubungan antara keduanya;
  3. Cara partai mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh dan melunasi pinjaman, serta faktor lain yang mempengaruhi likuiditasnya;
  4. Pertanggungjawaban keuangan partai dalam Pemilu;
  5. Laporan aktivitas partai yang rutin, misalnya rapat, kongres, litbang, dan sebagainya; Analisis tentang kepatuhan pada UU/peraturan yang berlaku;
  6. Catatan mengenai pencatatan akuntansi partai politik; serta
  7. Catatan mengenai hibah dan sumbangan yang berbentuk barang dan jasa yang dinilai berdasarkan harga pasar.

Jenis laporan keuangan partai politik sebaiknya terbagi dua, yakni:
  1. Laporan keuangan tahunan atau rutin. Terdiri dari laporan posisi keuangan,laporan aktivitas dan laporan rus kas, serta catatan atas laporan keuangan;
  2. Laporan keuangan Pemilu.Laporan ini terutama menjelaskan pertanggungjawaban kegiatan kampanye.

Laporan keuangan sebaiknya juga dibuat oleh seluruh entitas partai mulai dari pengurus tingkat pusat (DPP), pengurus daerah tingkat I (DPD), pengurus daerah tingkat II (DPC), pengurus tingkat kecamatan, dan pengurus tingkat desa/kelurahan.


Kesimpulan
Akuntantabilitas yang tinggi dapat meminimalisir kecurigaan penyalahgunaan dana dan mengantisipasi munculnya konflik. Kebutuhan untuk menciptakan good political party governance dirasakan sangat mendesak, terutama bagi para partai politik peserta pemilihan umum. Penerapan kewajiban tata administrasi keuangan dan sistem pelaporan dana kampanye secara transparan, akuntabel, dan independen akan sangat menunjang perwujudan pelaksanaan pemilu yang bersih dalam rangka membangun kepercayaan publik kepada pemerintah dan pertanggungjawaban peserta pemilu kepada publik.

Daftar Pustaka
Laporan Studi – Standar Akuntansi Keuangan Khusus Partai Politik, Editor: Emmy Hafild, disusun oleh Tim Studi: Rini P. Radikun, Mahmudin Muslim, Ragil Kuncoro, diterbitkan atas kerjasama antara: Transparency International Indonesia dan IFES.
Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Partai Politik, penyusun: TI Indonesia, halaman: 13-14.